Alhamdulillah, hari ini gue masih diberi nafas oleh Allah swt. buat nulis post ini, buat makan sahur, buat beribadah pada-Nya yang pasti. Jadi, hari ini, 10 Juli 2013, adalah hari pertama puasanya umat Islam seluruh Indonesia. Selamat puasa, bagi yang menjalankan! Semoga berkah, semoga diberikan rezeki terus-menerus, semoga bisa sampai pada hari yang Fitri nanti. Amin.
Alasan gue menulis post ini adalah karena gue lagi sahur sendirian. Barusan kedengeran peringatan imsak, dan gue baru aja menyelesaikan tegukan terakhir gelas air minum gue. Gue berada kurang lebih 300 km dari rumah. Gue terpisah dari nyokap dan adik-adik gue di rumah. Kenapa? Tuntutan akademik. Tuntutan perfeksionisme. Mengambil setiap kesempatan yang ada selagi sempat.
Gue daftar remedial untuk memperbagus nilai gue sampai titik maksimal remed, B++. Gue rela gak pulang. Nyokap juga nyuruhnya jangan pulang, nanti remednya gak konsen. Padahal gue terakhir pulang tuh cuma beberapa hari, itu juga setelah 2 bulan gak pulang. Sekarang gue udah 2-3 minggu belum pulang lagi.
Kemarin sore atau malam gue ngetweet "
Is this process of growing up? If it is, so I'm on board." Kenapa gue ngetweet gitu? Yah, gue rasa.. Ini proses
pendewasaan. Gue iri ngeliat temen-temen gue yang lagi makan bareng keluarganya
pagi ini. Ngeliat muka ngantuk anggota keluarganya yang pasti udah dihapal
selama bertahun-tahun tinggal bersama. Ya, pagi ini pun gue mengingat muka adik
gue yang cowok, yang biasanya kalau sahur matanya gak pernah kebuka dan
menyendok makanannya asal-asalan. Adik cewek gue yang kalau dibangunin pasti
pake acara marah-marah dulu, tapi pas di meja makan dia ikut ngetawain adek
cowok gue karena matanya
completely closed. Nyokap gue kalau lagi ada
dirumah, biasanya bangun pertama atau kedua, jarang yang terakhir. Pada
dasarnya, nyokap adalah orang yang mudah sekali terbangun.
Kemarin malam gue bbm nyokap gue. Nyokap gue nanya gue makan apa buat sahur. Gue jawab gue cuma makan popmie. Nyokap bilang beliau abis dikasih pizza buat sahur. Ugh.
Well, what do you expect? No homemade foods. There's no you, no family. Disitu nyokap juga bilang, gausah pulang dulu selama remed.
Well, I'll be home on 19th.
Dan gue rasa, ini juga bulan puasa paling nggak berasa di hidup gue.
I used to "celebrate" fasting months. Gue dulu seneng banget kalo masuk bulan puasa. Melihat iklan-iklan nuansa lebaran dan puasa di TV.
The thing is, disini di asrama, TV nya di luar, dan gue sangat jarang nonton TV disini. Satu alasan kenapa kurang berasa Ramadhannya.
Alasan kedua adalah karena penentuan awal puasanya aja gak jelas. Ini penentuan puasa paling nggak
fix, paling nggak terencana sepertinya atau apapun lah,
name it. Biasanya gue udah tau kapan awal puasa dari kurang lebih seminggu sebelum hari H puasa.
So, I got prepared. Had a feast in my heart.
Bulan Ramadhan selalu jadi bulan spesial dalam satu tahun kehidupan gue. Mengajarkan bahwa segalanya dicapai dengan perjuangan. Kita berjuang menahan lapar dan haus selama kurang lebih 14 jam, lalu mendapatkan kemenangan. Segala perjuangan dibayar. Dapet pahala pula. Kurang apalagi?
Sebenernya gue gak perlu melankoli sekarang, karena nanti gue juga bakal pulang. Tapi tetep. Suasana pagi hari di rumah, dimana mbak gue biasanya buru-buru bangunin gue dan adik-adik, masak buat kami semua, makan bareng sambil nonton TV, dan biasanya ditutup dengan petuah-petuah khas nyokap gue sambil ngobrol. Keluarga kami jarang sekali kumpul dalam satu meja, karena nyokap gue sibuk. Cuma di bulan Ramadhan frekuensi kumpul satu mejanya lebih sering. So,
I should be sad about it.
Gak berasa ya, udah 10 bulan nggak nulis blog ini. Gue cukup sering menelantarkan blog ini. Salah satu hal yang bikin gue males nulis adalah kalau gue ngepost biasanya panjang... haha. Tapi malam ini, gue sangat ingin mencurahkan apa yang selama 10 bulan ini tertahan di bibir, akhirnya mengendap dan membeku di otak.
Mind my heavy words. People change.
Jadi, selama 10 bulan ini gue menjalani kehidupan kuliah gue di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Sekarang, alhamdulillah gue udah dinyatakan lulus tahun pertama dan
eligible untuk naik ke tahun 2.
Anyway, sistem pembelajaran di FK ini gak jauh beda sama sekolah,
that's why I realized why people call this faculty as medical school, not medical college.
So, what have you been missing? Well, kasarnya, lo boleh bilang gue udah beranjak tua, atau dewasa, entahlah bahasa mana yang tepat. Sampai sekarang toh gue masih belum menemukan definisi dewasa. Suatu kali gue sempet mikir, apakah dewasa itu adalah ketika lo udah menemukan jati diri lo? Kita soalnya sering bilang, masa remaja adalah masa transisi. Masa pencarian jati diri. Lalu, apakah orang dewasa sudah "dewasa"? Apakah orang dewasa sudah menemukan jati dirinya? Apakah gue sudah menemukan jati diri gue? Entah.
Sepanjang perjalanan masa kuliah gue yang kebanyakan dihabiskan jauh dari rumah dan keluarga, otomatis gue jadi lebih sering mikir tentang diri gue sendiri. Gue menyadari banyak sifat yang gue gak sadari selama ini, entah dari perenungan atau dari ucapan orang lain. Gue juga sedikit banyak mulai membuka sifat-sifat gue ke orang-orang terdekat gue. Mereka dapat menyimpulkan dari cerita gue. Atau gue yang menyimpulkan sendiri.
Gue mulai mau mengenal diri gue saat masuk kuliah. Maba kayak gue dan teman-teman lain disuruh oleh kakak kelas kami untuk menjawab pertanyaan kepribadian gitu. Hasil punya gue, ENTJ (ESTJ pas gue tes ulang) dan enneagram tipe 9 (
Relax). Pas baru banget pacaran sama kakak kelas gue, I call him KaKres, dia cerita kalau mamanya itu sanguinis sejati, terus nurun ke dia. Gue tau itu apa, tapi gak pernah tes.
I tested mine, hasilnya plegmatis-melankolis.
Yeah, that pretty much describe me.
ESTJ tuh apa?
Extrovert-Sensing-Thinking-Judging.
Extrovert itu artinya adalah tipe orang yang cenderung "keluar", senang bersosialisasi, cenderung mengeluarkan apa yang dipikirkan, itu sih yang gue tangkep selama ini.
Well, I must say kalau sebenernya gue punya sisi yang
mix disini. Gue pemalu, gue cuma bisa
open sama orang yang deket sama gue aja, dan sebenernya
I don't make many friends. Gue lebih banyak punya temen sekedar "
say hi" dibanding sahabat. Selama 17 tahun hidup gue, gue paling banyak cuma punya 4-5 orang sahabat. Sekarang sih, pacar gue bisa gue anggap sahabat terbaik gue juga, karena biasanya setiap ada masalah gue pasti cerita ke dia. Gue juga sedikit banyak cerita tentang masa lalu gue. Di satu sisi kadang gue lebih suka sendiri dan males ketemu orang, bahkan sahabat gue sendiri.
So, I call myself as an ambiverted person. Lagian, hasil presentase di alat tes itu proporsi intro-extrovert gue gak jauh beda.
Sensing adalah orang yang fokus di masa kini. Pikirannya konkrit. Hem, gue juga merasa
mix disini, makanya waktu gue tes ulang hasilnya berubah. Awalnya gue dapet ENTJ, terus berubah jadi ESTJ sampe sekarang. Jadi gimana ya. Gue realistis. Gue gak suka berkhayal. Gue jarang berkhayal atau bermimpi. Di satu sisi, gue juga suka bayangin masa depan. Ya, sebenernya gue gatau apakah ini namanya berkhayal masa depan atau merencanakan masa depan. Pokoknya, gue nikah paling tua umur 27, idealnya 25, sebelum itu gue harus udah jadi dokter dan kerja, abis itu naik hajiin nyokap gue dulu, baru nikah. Gue harus punya suami yang mau ngebiayain keluarga gue, terutama pendidikan adik-adik gue. (
I write this because I had ever had a relationship with a boy who didn't want to feed his mom anymore when he's married. Biayain emaknya sendiri aja gak mau, gimana biayain keluarga istrinya. Tambah ogah.) Dan setiap pacaran, biasanya gue selalu nanya, "Nanti kalau begini, gimana? Kalau kita begini nanti gimana?"
Thinking adalah orang yang kasarnya mikir pake otak, bukan pake hati ketika ngadepin masalah.
Pretty much true, soalnya biasanya gue lebih suka melogikakan semua masalah gue. Satu-satunya sisi
feeling gue adalah ketika gue gak enak sama seseorang,
that contributes to my other "too kind" doings. Kata orang, gue terlalu baik. Tapi, gue tetep bilang gue adalah seorang
thinker, karena gue kenal orang yang sangat
feeling. Pas dia dijahatin cowoknya, gue bilangin hal-hal yang mestinya gak usah dipeduliin lagi, tapi karena sayang katanya, jadi dia tetep lakuin ke cowoknya.
Well, ujungnya gue jadi gregetan sendiri sama tuh orang, dan akhirnya pengen ngomong, "Mikir pake otak dong, sekali-kali."
Thinker mungkin dibilang ga punya hati. Tapi disaat harga diri lo diinjek, masa masih pengen pake hati yang pada dasarnya lembut sekali itu, sih? Egois memang, yah namanya juga
self defense.
Judging adalah orang yang terstruktur dalam jadwal. Nah, ini hal yang paling gue sering ceritain ke orang lain. Gue selalu mem
planning apapun dalam suatu hari; jam segini mau apa, jam segono mau apa. Memang jarang terlaksana sih, tapi
at least gue ada
guideline sendiri hari ini mau apa. Gak spontan tiba-tiba pengen ini terus lakuin. Pada dasarnya, gue moody dan pemalas. Itu alasan kenapa gue lebih sering ngacauin jadwal "jam segini"-nya otak gue. Gak peduli,
at least gue ada tujuan sebelumnya. Bergaul dengan orang
perceiving (lawannya
judging) kayak salah seorang sahabat gue dan pacar gue sendiri, bikin gue jadi makin kacau dalam menepati otak gue. Mestinya sih gak nyalahin, tapi tetep aja jadi salah satu alasan.
Tipe 9 adalah tipe orang yang mengutamakan santai. Gue sangat seperti itu. Gue pemalas dan sangat suka tidur. Gue lamban dari kecil, sampai almarhum bokap gue selalu manggil gue "Pooh" karena gue lamban, gemuk, dan tukang makan-tidur. Sekarang yang manggil gue "Pooh" nambah. Kayaknya semua sadar kalau gue sangat cinta tidur dan kemageran gue. Belakangan, karena gue kuliah di tempat yang gak boleh istirahat (
sleep is for the weak, my friends say) gue mengutuki kemageran gue selama setengah semester karena gue males belajar dan akhirnya nyesel sendiri pas ujian. Belajarnya jadi gila-gilaan dan sedikit ambisius sama nilai. Itu
naturenya gue kayaknya sih, tapi gue juga kenal orang yang lebih selow lagi dari gue. Ujian gak belajar, remed pun selow, dan gak peduli nilai. Gue jadi mulai meragukan kesantaian gue.
Plegmatis-melankolis tuh gabungan 2 kepribadian gitu. Memang ada kombinasinya kok, bukannya gue punya
mixed personality or even double personalities gitu. Plegmatis itu adalah golongan orang cinta damai. Ini gue banget. Gue paling benci sama orang tukang marah-marah. Gue benci orang teriak-teriak. Gue bahkan gak suka sama orang yang ngomong nadanya tinggi. Melankolis tuh
highlightnya perfeksionis. Yap, belakangan gue makin sadar kalau gue adalah orang yang sangat perfeksionis, karena gue punya standar sendiri. Tapi, gue bukan orang yang sangat ambisius juga dalam mengejar kesempurnaan. Gue tau, ga ada yang sempurna, dan gue tau gimana caranya biar gak stres menghadapi ketidaksempurnaan. Di salah satu postingan blog gue, udah tua, entah gue nulis itu pas kapan, gue bilang kalau gue cinta ketidaksempurnaan gue. Ya, benar. Benar sekali.
Beberapa fase di kehidupan gue udah terlewati, sekarang usia gue akhirnya menginjak 17 tahun. Waktu usia gue masih 8 tahun-an, gue sangat berandai-andai menjadi remaja berusia 17 tahun.
Sweet seventeen, katanya sih. Yah,
pretty sweet. Gue ketemu sama beberapa kejadian dan orang yang mampu membuka mata gue pada kehidupan. Belakangan juga gue sadar kalau gue terlalu polos. Ah, gue lebih suka jadi orang polos. Kayaknya lebih bersyukur dengan kepolosannya, yang bisa dibilang gak tau apa-apa. Tapi tetep, orang polos butuh seseorang yang kurang lebih udah tau busuknya hidup. Supaya gak dibilang bodoh.
Mungkin selama gue 5 tahun nyaris 6 tahun ngeblog di blog ini, gue belom pernah membuka siapa gue sebenernya. Siapa Tashiani Candra si pemilik tulisan dangkal ini. Siapa gue yang pernah ngabisin berapa bulan hidupnya buat ngutukin orang dan marah-marah sama kehidupan, buah pemberontakan pikiran.
Mungkin gue udah kehilangan kemampuan gue untuk nulis pengalaman hidup dengan cara yang lucu.
But life isn't stop at one point, you have to move on. Mungkin guenya yang mulai beranjak besar. :)